Fransico Xavier do Amaral: Presidente Dahuluk RDTL nebe sempre kandidata an ba Presidente

Fransico Xavier do Amaral: Presidente Dahuluk RDTL nebe sempre kandidata an ba Presidente.

"Tamba Povu toba iha Dollar leten maibe hader ho matan ben"



Francisco Xavier do amaral, nudar presidente Republika Timor Leste (RDTL) primeiro. Avo Xavi naran estimado ba proklamador nebe tuir Timor oan balun hateten Proklamasaun unilateral iha tinan 1975 sai mos hanesan presidente RDTL nebe proklama iha 28 Novembro 1975. to'o oras nee Avo Xavier sempre kandidata an hanesan presidente. tamba sa maka Avo Xavier la deskansa ho nia idade nebe to'o ona ulun hitu nee (kepala tujuh) ?

nia resposta mak " Tamba Povu toba iha Dollar leten maibe hader ho matan ben "

Avo Xavier hakotu iis mais ou menus iha tuku 08:30 Dader iha Tersa feira nee hafoin halao tratamentu durante semana ida iha sala ICU HNGV Dili tamba moras komplikadu...tuir informasaun balun hateten proklamador Timor Leste nee sofre kanker stadiun 4.

Avo Xavier moris iha rai Turiscai iha loron 3 Desembro 1937, oan husi Afonso de Ligorio Mesquita no Aurea Rodrigues Pereira Mesquita.

Avo Xavi hahu nia eskola iha tinan 1949 iha Soibada kontinua iha Dare iha 1955 no eskola Filsafat iha Macao iha tinan 1963.

kandidatu presidente 2012-2017 nee hahu kareira hanesan profesor lingua Latin iha Dare (1964-1966), Profesor iha Lahane 1966-1967 kontinua ho mestre lingua Portuguesa (1968-1972), alende nee iha tinan 1972-1974 halao mos servisu hanesan fungsionario iha Portu Dili.

kareira Politika, Avo Xavi nebe sempre kandidata an ba presidente nee sai hanesan fundador nunee mos presidente Partido ASDT (1974) nunee mos fundador no Presidente Partdio Fretilin (1975). Avo Xavier hanesan Proklamador ba independensia Republika Timor Leste 28 Novembro 1975 no sai nudar Presidente primeiro RDTL. tuir historia Avo Xavie sai prijoneiro Fretilin iha tinan 1977-1978 tamba difrensia ideia politika. iha tinan 1978 - 2000 sai prijoneiro politika iha Bali Indonesia. iha 2001 kontinua fali hanesan Presidente partido ASDT to'o hakotu iis. Avo Xavier mos iha nia moris asume kargu nudar vice Presidente Parlamentu Nasional 2001-2002.



Tamba sa  Avo Xavi sempre kandidata an hanesan presidente ? ita akompanha deit interview ida nebe mak halo husi I Putu Suyatra iha lian Indonesia tuir mai nee : 



RUMAH di Jalan (Rua) Lecidere nomor 1, Dili, ini belakangan selalu ramai. Belasan orang selalu nongkrong di bawah pohon beringin besar yang ada di halaman rumah bergaya Portugis ini. Maklum, bangunan tua yang dibangun pada jaman penjajahan Portugis yang terletak di bibir Pantai Lecidere tersebut adalah kantor partai ASDT (Assoceacan Social Democrata Timor). Partai yang sebenarnya sudah berdiri sejak 20 Mei 1974 ini sedang mengusung calon presiden pada pencoblosan Senin 9 April 2007. Kandidat yang diusung pemilik enam kursi di Parlemen tersebut adalah bekas tawanan Indonesia, Francisco Xavier do Amaral.
Para penjaga kantor sekaligus rumah tinggal Xavier ini tampak sangat familier dengan para tamu yang datang. Di tempat yang sempat menjadi areal bentrok antara masa Fretilin dengan ASDT saat kampanye 4 April 2007 tersebut tidak tampak adanya tampang kekerasan. “Mau ketemu Bapak Presiden,” sapa seorang pemuda yang belakangan dikenal sebagai pengawal pribadi Xavier.
“Di sini (Timor Leste) banyak presiden. Tidak tahu mana yang presiden beneran,” celetuk seorang rekan koran ini di Dili, Nananias. Maksud dia ini bahwa semua partai politik menggunakan sebutan presiden untuk ketua partainya. Kemudian di parlemen juga menggunakan sebutan presiden untuk ketua parlemennya.
Kembali ke rumah Xavier. Maksudnya ke kantor ASDT. Pemuda yang menyapa koran ini kemudian masuk dan lenyap di balik tembok putih agak kusam tersebut. “Tunggu sebentar,” pintanya setelah keluar dari dalam rumah.
Setelah menunggu sekitar dua menit datang orang lain dan mengajak koran ini naik ke teras rumah. Dia minta untuk menunggu di teras saja lalu ke dalam rumah. Tak lama kemudian, orang itu keluar lagi. “Maaf, Bapak (Xavier) sedang tidur. Saya tidak berani menggangu. Silakan Anda tinggalkan nomor telepon nanti saya hubungi. Mungkin nati sore Bapak sudah siap menerima Anda. Maaf sekali ya,” pintanya halus. Dengan sedikit kecewa, koran ini terpaksa meninggalkan tempat itu.
Setelah matahari mulai condong ke barat, telepon genggam koran ini mengeluarkan nada panggilan. Dari balik gagang telepon, seorang juru bicara Xavier meminta koran ini untuk datang kembali ke Lecidere. Katanya Xavier sudah siap menunggu.
Begitu sampai di kantor ASDT, Xavier yang mengenakan kemeja yang sama saat kampanye di Pantai Lecidere, 4 April lalu itu langsung bangkit dari duduknya menyambut koran ini. “Apa kabar? Silahkan duduk,” ajaknya.
Wajah pria yang sebagian hidupnya dihabiskan sebagai tawanan tersebut tampak sedikit pucat. Ketika hendak duduk di kursi plastik warna biru itu pun dia sangat berhati-hati. “Biasa sudah tua. Saya tidak berani bilang sehat,” akunya ketika ditanya soal kesehatannya. Maklum, saat debat terbuka kandidat presiden Timor Leste di Delta, 5 April lalu Xavier tidak bisa datang karena dikabarkan dia sakit.
Tapi, ketika ditanya soal alasan ketidakhadirannya pada debat tersebut, Xavier tidak mau dikatakan karena sakit. Dia mengku memang sengaja tidak mau datang. “Mereka (penyelenggara, Red) tidak fair. Mereka kurang netral,” katanya dengan sisa-sisa ketegasannya pada usia senja.
Menurutnya, ada dua hal yang membuat dirinya tidak datang saat itu. Pertama karena tidak ada pemberitahuan secara resmi dari penyelenggara. Sebab, jadwal semula kegiatan tersebut adalah seminggu sebelumnya. Saat itu dirinya sudah sangat siap. Tapi, tiba-tiba acara itu ditunda tanpa pemberitahuan. Kemudian alasan kedua karena pada saat itu memang sedang Hari Raya Paskah.
Tidak lama kemudian, secangkir kopi menemani perbincangan koran ini dengan pria yang sempat ditahan di Bali selama lima tahun tersebut. “Lima tahun ini saya melihat tidak ada kemerdekaan. Tidak seperti Soekarno (Presiden I Indonesia, Red) yang mengisi kemerdekaan dengan pembangunan. Sedangkan di Timor Leste tidak diisi apa-apa,” katanya mengemukakan alasannya maju lagi sebagai kandidat presiden pada pemilu 2007.
Menurut pendiri Partai Fretilin, pada September 1975 ini, banyak sekali keprihatinan yang mendorong dirinya harus maju dan berjuang untuk rakyat Timor Leste. Misalnya saja soal pengelolaan uang negara yang tidak sampai ke rakyat. Padahal, untuk mengatur negeri ini sebenarnya tidak ada kesulitan uang. Selain bantuan dana dari luar negeri, Timor Leste juga mendapat bagian dari eksplorasi gas di celah Timor.  
“Kita punya banyak uang. Tapi entah kemana uang itu. Dollar itu hilang. Dihilangkan entah ke mana. Saya lihat korupsi itu tinggi sekali. Makanya selama lima tahun ini rakyat itu tidur di  atas gelimpangan Dollar tapi bangun dengan air mata,” kritiknya.
Bukankah dulu sudah pernah menjadi presiden dan pada pemilu sebelum ini juga ikut dan kalah. Kenapa sekarang maju lagi?  “Kalau dulu saya ikut maju itu alasannya lain dengan sekarang. Dulu saya melihat seolah-olah Xanana (Gusmao) menjadi satu-satunya kandidat. Itu dibentuk oleh PBB. Itu diciptakan seolah-olah tidak ada orang lagi di Timor. Saya kira itu bukan demokrasi. Saya bilang tidak bisa begitu. Harus berikan kesempatan kepada orang lain. Saya bilang, saya maju,” ungkapnya.
Langkah itu, sambungnya, dilakukan hanya untuk memberitahukan kepada dunia, bukan hanya ada satu Xanana di Timor Leste ini. Supaya tidak calon tunggal. Karena itu bukan demokrasi. “Saat itu, semua orang tahu saya bakal kalah. Saya sudah sangat siap kalah. Sekarang pun begitu,” cetusnya.
Apakah tidak ada orang lain di ASDT? “Saya sudah tawarkan kepada yang lain, tidak ada yang mau. Mereka mau saya yang maju.
Saya kira figur itu ada. Mungkin belum terkenal atau belum begitu dikenal orang. Popularitasnya mungkin masih di bawah,” jawabnya. 
Tidak ingin istirahat? “Mau bagaimana lagi. Mungkin kalau mati baru saya istirahat,” cetusnya. ***

0 comments